Sekaca Cempaka : Nailiya Nikmah

Sekaca Cempaka : Nailiya Nikmah

“Apakah benar dalam bunga-bunga kaca yang Ibu buat terdapat guna-guna?” Pertanyaan yang diucapkan dengan nada mengancam itu keluar dari mulut seorang laki-laki tak dikenal. Laki-laki berkemeja merah hati lengan panjang dengan satu kancing paling atas dibiarkan terbuka, bercelana panjang hitam, bersepatu hitam mengilap. Lengan baju kanannya tergulung sampai siku sementara gulungan lengan baju kirinya terlepas. Di saku kemejanya menyembul ujung dasi warna senada. Tatanan rambut pendeknya tidak jelas seperti tidak disisir. Wajahnya sedikit berminyak. Matanya sembab dan memerah. Tangan kirinya menggenggam kunci mobil Perempuan di ambang pintu menahan tangan kanannya agar tidak terayun keras ke wajah lelaki di hadapannya. Ia baru saja bergegas membukakan pintu setelah mendengar ketukan yang bertubi-tubi tanpa jeda. Ia belum sempat mengucapkan kata “siapa” pada tamunya dan menanyakan ada keperluan apa, sebagaimana basa-basi seorang tuan rumah pada tamunya. Ia belum pula menyilakannya masuk tapi tamu itu telah terlebih dahulu menikam perasaannya. Tamu lelaki itu bahkan lupa mengucapkan salam. “Katakan apa maumu sebenarnya?” Kali ini ia lebih berani meninggikan suara. Bagaimanapun yang berada di hadapannya sekarang adalah seorang lelaki bukan perempuan seperti yang datang dua hari sebelumnya. Lagi pula, kejadian dua hari yang lalu membuat ia memiliki pengalaman. Tangan kirinya sekarang memegangi daun pintu.Aku hanya ingin tahu, apakah benar bungabunga yang Ibu karang menyimpan guna-guna?” “Apakah teman perempuanmu kemarin belum memberitahumu? Atau penjelasannya kurang meyakinkan di telingamu, sehingga kamu harus datang ke sini untuk menanyakannya kembali?” “Teman perempuan? Siapa? Siapa namanya?” Lelaki itu terperanjat. Ia tak menyangka perempuan berbibir tebal dan bertubuh gempal yang sedang ditatapnya mengeluarkan kalimat tersebut. Tidak terlintas sama sekali di pikirannya kalau ada orang lain yang berkepentingan sama dengannya. “Jadi kau tak tahu? Atau pura-pura tidak tahu? Siapa pun namanya, apa urusanku?” Nada suaranya meninggi. “Aku tidak punya urusan dengan orangorang tidak sopan seperti kalian!” Matanya melotot. Ia mengerahkan seluruh keberanian. Ia tidak ingin harga dirinya diinjak-injak seperti dua hari yang lalu. Ia pikir perempuan yang datang dua hari yang lalu itulah yang mengutus lelaki di hadapannya. “Aku benar-benar tidak mengerti. Siapa orang lain yang datang ke sini sebelum aku?” “Aku lebih tidak mengerti mengapa kalian repot-repot ke rumahku hanya untuk menuduhkan fitnah murahan kepadaku,” perempuan itu menutup pintu. “Jangan, jangan ditutup dulu.” Sang tamu menahan pintu dengan tangannya. “Pergilah!” “Aku tidak akan pergi sebelum mendapat jawaban darimu,” “Jawaban apalagi? Aku sudah mengatakannya kepada temanmu!” “Percayalah, aku benar-benar tidak tahu. Aku tidak tahu siapa yang kaumaksud dengan temanku.” “Mengapa aku harus percaya padamu?” “Tolonglah aku,” suara itu kini terdengar memelas. “Aku memerlukan bantuanmu. Maaf jika tadi aku agak kasar. Aku … aku.” Perempuan itu tidak menduga keadaannya akan berbalik. Perlahan, ia membuka pintu kembali. “Baiklah, aku percaya padamu. Sekarang kuminta kaupercaya padaku. Tidak ada apa-apa dalam bungaku termasuk guna-guna yang kautuduhkan. Jelas? Atau perlu aku ulang sekali lagi?” Tamu itu menunduk. Wajahnya terlihat putus asa. “Apalagi? Pergilah sebelum anak-anakku atau tetangga berdatangan. Aku tidak mau terjadi keributan.” “Ya, aku akan pergi. Terima kasih. Sekali lagi maafkan aku.” Lelaki itu membalikkan badannya. Tak dihiraukannya panas matahari yang sedang berada tepat di atas kepalanya. Langkahnya gontai menuju mobil biru gelap yang diparkir di depan pagar. Perempuan itu menutup pintu. Hatinya rusuh. Ia ke kamarnya, membuka pintu lemari pakaian, mengambil selembar kertas berlipat empat di sela lipatan bajunya yang paling bawah. Ia mencoba menghubung-hubungkan pesan yang tertulis di kertas tersebut dengan kedatangan tamu-tamunya. Kini ia mulai memahami makna pesan itu. Dikibaskibaskannya ujung selendang hijau tua ke arah lehernya yang bersimbah keringat. Ia pun kembali membaca sebuah pesan.

 Detail Buku:
Judul         : Sekaca Cempaka
Penulis      : Nailiya Nikmah JKF
Penerbit     : PT Elex Media Komputindo
ISBN         :
978-602-02-4396-2
Tebal         :
-
Download      : Google Drive


Tidak ada komentar:

Posting Komentar