Gerimis membungkus halaman sekolah. Langit mendung. Gumpalan awan hitam seakan bosan beranjak di atas sana. Satu-dua tetes air mengenai jendela kelas lalu terbawa angin. Udara terasa lembap dan dingin. Ini sebenarnya sudah di ujung musim hujan. Tak lama lagi musim kemarau yang kering akan tiba. ”Bagus sekali, Ali! Kamu lagi-lagi memperoleh nilai terbaik.” Suara Pak Gun memecah keheningan kelas. Lelaki itu berseru dengan wajah tanpa ekspresi, menatap Ali yang baru saja menerima hasil ulangan. Kelas seketika ramai oleh tawa. Seli di sebelahku juga tertawa. Aku menyikutnya. Dengan mata melotot, kutegur dia, ”Itu tidak sopan, tahu!” Seli mengangkat bahu. ”Apanya yang tidak sopan?” Ini pelajaran pertama, pelajaran biologi. Pak Gun memulai pelajaran dengan membagikan satu per satu lembar jawaban ulangan anak-anak minggu lalu. Aku tahu sekali maksud kalimat ”nilai terbaik” itu. Di kertas yang dipegang Ali sekarang pasti hanya ada angka 2 atau 3 dari maksimal 10. Aku menoleh ke lorong meja. Ali berjalan tidak peduli, duduk di bangkunya, memasukkan kertas ulangannya ke kolong meja. ”Dua hari lagi kita ulangan.” Pak Gun sudah membagikan kertas terakhir. ”Yaaa...,” anak-anak berseru kecewa, serempak. Termasuk Seli. Dia menepuk dahi. ”Jangan protes.” Pak Gun menggeleng. ”Kalian harus terbiasa belajar setiap hari, mempersiapkan diri. Tinggal satu minggu lagi ujian akhir semester. Bapak kecewa dengan nilai rata-rata yang hanya tujuh. Bapak percaya kalian bisa lebih baik lagi. Dan kamu, Ali, kamu merusak nilai rata rata kelas. Kapan kamu akhirnya mau belajar sungguhsungguh?” Semua teman di kelas sekarang menoleh ke arah Ali. Yang ditatap hanya menggaruk-garuk kepala dengan rambut berantakan.
”Sekali lagi kamu memperoleh nilai dua saat ulangan, kamu harus konsultasi ke guru BK. Semoga setelah itu kamu bisa memahami pentingnya belajar. Kamu dengar itu, Ali?” Pak Gun menghela napas panjang. Seli lagi-lagi menutup mulut, menahan tawa. ”Apanya yang lucu, Sel?” aku menoleh, berbisik. ”Eh, lihat tuh, wajah Ali lucu sekali. Rambutnya yang berantakan itu serasi sekali dengan wajah kusutnya. Aku berani bertaruh, dia pasti tidak sempat mandi pagi tadi. Dan nilai dua, Ra...,” Seli berbisik geli. Aku keberatan, lantas memotong kalimat Seli, ”Ali teman kita, Sel. Kamu tidak boleh menertawakannya. Lagi pula, kamu tahu persis dia hanya malas, bukan bodoh. Dia bahkan menguasai pelajaran biologi sejak SD.” Seli lagi-lagi mengangkat bahu. Apa salahnya tertawa? Demikian maksud ekspresi wajahnya. Gerimis terus turun sepanjang pelajaran biologi. Pak Gun adalah guru biologi yang baik dan telaten menjelaskan, pun pengetahuannya luas. Usianya hampir lima puluh tahun, dan beliau salah satu guru senior di sekolah. Meski generasi guru lama, Pak Gun selalu punya metode mengajar
yang up-to-date dan menarik. Seperti hari ini, dia menggunakan video. Hampir semua anak memperhatikan dengan antusias, sesekali mencatat. Aku tidak terlalu suka pelajaran ini. Aku lebih suka pelajaran bahasa. Tapi karena yang mengajar Pak Gun, aku ikut menyimak. Mungkin hanya Ali yang menguap bosan. ”Electrophorus electricus atau disebut juga electric eel adalah belut listrik yang bisa menghasilkan sengatan listrik hingga 600 volt.” Pak Gun menunjuk ke layar di depan kelas. Dia memutar video singkat tiga puluh detik yang memperlihatkan seekor belut besar sedang menyengat heIsi
Detail Buku:
Judul : Bulan
Penulis : Tere Liye
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN :978-602-03-1411-2
Tebal : 400 hlm
ISBN :978-602-03-1411-2
Tebal : 400 hlm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar