Kini Gio percaya. Hati dapat berdenting membentuk harmoni mayor sempurna yang manis di kuping tanpa perlu buka suara atau memetik gitar. Dawai terakhirnya, yang berbunyi tipis tinggi tetapi menggenapi, telah terpetik. Kita memang tak pernah tahu apa yang dirindukan sampai sesuatu itu tiba di depan mata. Kita tak pernah menyadari ketidaklengkapan hingga bersua dengan kepingan diri yang tersesat dalam ruang-waktu. Dan, ia percaya kini. Puluhan orang perempuan-perempuan dalam chola terbaik mereka dengan warna semencolok mungkin menari cueca di jalan. Beberapa drum band dengan alat music char ango, quena, dan seperangkat alat tabuh, memainkan lagu lagu berbeda pada saat yang bersamaan. Chicha, minuman rakyat dari fermentasi jagung, dibagikan cuma-cuma dalam batok kelapa. Lewat dua porsi, semua hiruk pikuk tadi jadi semerdu simfoni Beethoven. Gio keluar dari Amazon dan tiba di Vallegrande pada saat yang tepat. Setelah tiga puluh lima hari matanya eksklusif memandang hijau tanaman, putih buih sungai, dan biru langit yang terbentang tanpa pucuk bangunan, baru lagi ia injakkan kaki ke peradaban dan melihat warna-warna celupan manusia.
Satu kota ini tengah merayakan Fiesta de La Cruz demi mengenang salib Kristus di Golgota. Dan, lepas dari tema sucinya, orang-orang Bolivia ini benar-benar tahu cara berpesta. Gio pun tersenyum. Entah kepada siapa. Hawa Amerika Selatan adalah kendali jarak jauh yang membangkitkan jejak sejumlah arwah dalam dirinya. Pada kehidupan sekarang, ia berkewarganegaraan indonesia dengan darah campur aduk; ibu Tionghoa dan ayah Indo-Portugal. Namun, sama seperti anak kecil yang beriman Sinterklas ada, Gio menyimpan secuil iman bahwa di kehidupan lalu dirinya adalah seorang Inca. Tak peduli dunia bilang apa.Sejak dua hari lalu, Gio mendaratkan kakinya di Vallegrande. Perjalanan yang melelahkan dengan folta dari Santa Cruz. Kalau saja tidak kepalang janji mengunjungi seseorang di kota ini, barangkali ia tak akan pernah melepaskan diri dari magnet Mangkuk Amazon. Barulah saat berhadapan langsung dengan Chaska, Gio tersadar akan perasaan rindu yang telah lama bertengger di tebing hati. Tinggal menunggu jatuh. Chaska Pumachua adalah wanita Quechua asal Huaraz, Peru, yang tinggal di Kota kecil Vallegrande. Gio bertemu dengannya sejak kali pertama mengunjungi Bolivia. Delapan tahun yang lalu. Adalah Paulo, sahabatnya, yang mengajak Gio untuk mampir ke Vallegrande demi menemui Chaska setelah mereka keluar dari Taman Nasional Amboró. Paulo, yang berdomisili di Peru, sudah lima bulan tidak mengunjungi
ibunya dan diancam tidak dianggap anak lagi, plus berhenti dimasakkan empanadas salteñas, pai isi daging Llama. Gara- gara lebih ngeri akan ancaman yang kedua, berhubung menurut Paulo, pai buatan ibunya itu juara dunia, ia memohon- mohon kepada Gio agar ikut berangkat ke Vallegrande dari Samaipata, dengan asumsi ibunya bakalan lebih lunak di hadapan tamu. Seharusnya Paulo menyesal telah mengajaknya waktuitu. Cuma tiga hari di Vallegrande, Gio merebut total hati Chaska. Paulo memang tetap dianggap anak, tetapi anak tiri. Di sisi lainnya, Gio juga kecipratan sial karena ancamanancaman yang dulu jadi jatah Paulo kini menjadi jatahnya. Dan, ia sudah kecanduan empanadas salteñas buatan Chaska. Dua hari yang lalu, Chaska menjemputnya di terminal dengan trukbiru uzur yang menggilasi jalan penuh percaya
diri. “Qhari wawa! Anakku!” teriaknya sambil mendekap kuat-kuat hingga Gio terbatuk kecil. Tinggi Chaska cuma
Detail Buku:
Judul : Supernova Episode: akar
Penulis : Dee Lestari
Penerbit : PT Bentang Pustaka
ISBN :978-602-8811-71-2
Tebal : 262 hlm
ISBN :978-602-8811-71-2
Tebal : 262 hlm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar