Hutan dapat mengubah seseorang dalam sekali sentuhan. Siapa pun yang mengenal hutan dengan cukup dalam akan paham. Tak terkecuali Gio. Gio tak menyangka, pemahaman yang sama akan berbalik bagai bumerang yang menyudutkannya. Diva Anastasia terkena sentuhan hutan. Ia terpilih untuk ditelan hilang. Dan, alam adalah misteri yang tak selalu bisa terpecahkan. Genap pada hari keempat puluh pencariannya, tinggal itulah satusatunya penjelasan yang bisa diterima oleh orang-orang di sekelilingnya. Kecuali Gio. Tim SAR yang Gio bentuk mulai meninggalkannya satu demi satu setelah tujuh hari mencari tanpa hasil. Seminggu terakhir, Gio kembali ke Taman Nasional Bahuaja-Sonene, menyusuri belantara di pinggir Rio Tambopata hanya ditemani Paulo dan kru kecil yang ia biayai sendiri. Sepanjang pencarian, Paulo lebih banyak diam. Mereka bergerak dituntun oleh intuisi Gio, yang semakin hari semakin terkeruhkan oleh keputusasaan. Akhirnya, mereka bergerak oleh rasa kasihan. Hujan, yang lalu turun deras dua hari berturut-turut dan membuat sungai terlalu berbahaya untuk ditumpangi, akhirnya menjadi lembar penutup. Gio dan Paulo terpaksa bertolak pulang ke Cusco. “Mungkin kamu harus pulang ke Indonesia dulu,” kata Paulo setelah melihat Gio membiarkan semangkuk lawa de maiz menjadi dingin tanpa disentuh. Sup jagung kental itu adalah buruan utama Gio setiap mereka ke Cusco. Tak pernah ia mendiamkannya sebegitu lama seolah berhadapan dengan sup batu. “Kalau kamu harus kembali ke Vallegrande, silakan saja, Paulo. Aku nggak apa-apa,” balas Gio. Tangannya bahkan tidak menyentuh sendok. “Aku nggak berencana ke Vallegrande.” Paulo menggeleng. “Kecuali kalau kamu mau ikut.” “Aku belum tahu mau ke mana.” Gio mengerucutkan bibirnya, seperti tidak nyaman dengan jawabannya sendiri. “Aku… aku nggak tahu harus berbuat apa lagi.” Paulo mengembuskan napas lega. Akhirnya, sahabatnya sanggup mengakui. Hal tersulit dari tragedi semacam ini adalah menerima dan mengakui. Paulo tidak sanggup membayangkan harus kehilangan orang yang ia cintai tanpa kabar dan jasad. Andai saja sebagian duka Gio bisa dibagi, Paulo bersedia ikut menanggungnya. Namun, duka menyukai kesendirian. Di dalam ruang yang hanya diperuntukkan bagi satu orang, Gio sedang disiksa oleh duka. Paulo hanya bisa mengamati dan menanti sahabatnya merangkak keluar dari sana. “Menurutmu, dia masih hidup?” Tiba-tiba, Gio bertanya. Paulo tercekat. Sahabatnya ternyata belum siap. “Empat puluh hari, Gio. Itu baru pencarianmu. Tim SAR dari pihak taman nasional sudah mencarinya lebih lama lagi. Dua bulan
totalnya. Dia sudah hilang dua bulan.” “Tapi, dia hilang di hutan tropis, tidak kekurangan air, ada pohon buah-buahan….” Paulo tak tega melihat pemandangan itu lebih lama. Ia membuang muka ke arah jendela restoran. Mengganti pemandangannya dengan lalu lalang orang yang berjalan di depan Plaza de Armas. Sudah tidak pada tempatnya lagi kalau ia masih harus berargumentasi soal probabilitas semacam itu dengan Gio. Mereka sudah sama-sama tahu. Di luar ketersediaan air dan makanan, bahaya yang mengintai di hutan tropis pun berlimpah Tanpa rekam jejak dan pengalaman di alam terbuka sebelumnya, turis perempuan bernama Diva Anastasia pergi meninggalkan tendanya pada suatu petang tanpa membawa perlengkapan apa pun. Semua barangnya ia tinggalkan begitu saja. Dua bulan Diva lenyap tanpa jejak di hutan belantara terpencil di jantung Amazon, di salah satu kawasan hutan terakhir di dunia yang terbebas dari populasi manusia. Tempat di mana manusia menjadi tamu asing yang seharusnya tahu diri dan tidak gegabah. Menyadari perubahan di wajah Paulo, Gio menghentikan ocehannya. “Ada apa?” ia bertanya. “Aku benci jadi orang di posisi ini,” gumam Paulo. “Tapi, harus ada yang berani mengatakannya kepadamu. Se acabó.1 It’s over.” “Bagimu mungkin sudah, Paulo,” kata Gio seraya menggeser kursinya menjauh dari meja. “Bagiku belum.” Ia pun tegap berdiri. “Mau ke mana lagi? Apa lagi yang bisa kamu lakukan?” seru Paulo gemas. “Jangan hukum dirimu seperti ini, Gio.” Ransel yang sedari tadi bersandar di kaki meja disambar oleh pemiliknya. Dengan langkah-langkah besar, Gio Alvarado berjalan keluar dari restoran dengan ransel menggantung di satu bahu.
Detail Buku:
Judul : Supernova Episode: Gelombang
Penulis : Dee Lestari
Penerbit : PT Bentang Pustaka
ISBN :978-602-8811-73-6
Tebal : 286 hlm
ISBN :978-602-8811-73-6
Tebal : 286 hlm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar