Sinopsis :
Marissa memandang jalanan dari kaca jendela mobil tanpa antusias. Hari ini Papi dan Mami mengajaknya pergi ke pesta, padahal dia lebih suka ada di rumah. Mobil Papi memasuki sebuah gedung, dan tak berapa lama kemudian berhenti. Terdengar suara pintu mobil dibuka dari arah depannya. Lalu ketukan di kaca jendela mobil membuyarkan lamunannya. ”Kau tidak mau turun?” tanya Papi. ”Kita sudah sampai.” Marissa memandang Papi sambil mendesah. Dengan malas dibukanya pintu mobil. ”Bisakah Rissa pulang saja?” tanya Marissa, setengah memohon. Mami langsung berkata dengan kesal, ”Marissa, kita sudah membicarakan hal ini di rumah. Acara ini penting untuk Papi.” Papi menyentuh pundak Marissa. ”Papi tahu kau tidak ingin ada di sini, kau tidak ingin bertemu mereka. Me ngurung diri di kamar tidak akan memperbaiki keadaan. Cepat atau lambat kau harus menghadapi mereka. Bukankah lebih cepat lebih baik?” Alasan utama Marissa tidak mau menghadiri pesta ini karena dia akan bertemu dengan Michael dan Selina. Satu bulan yang lalu, Michael memutuskan dirinya. Marissa tidak habis pikir mengapa Michael tega melakukannya, padahal mereka sudah berpacaran selama tiga tahun. Rasa sakit hati Marissa semakin parah ketika Michael malah jadian dengan Selina, musuh terbesarnya selama ini. Hari ini Selina pasti akan menghadiri pesta bersama orangtuanya. Sebagai sesama pengacara, Papi dan papa Selina sering bertemu dan mereka berteman baik. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan anak-anak mereka. Marissa dan Selina sudah tidak menyukai satu sama lain saat pertama kali mereka bertemu. Selina terlalu sombong, mau menang sendiri, dan sering mengolokoloknya. Yang lebih menyebalkan, Selina pandai sekali berbohong tanpa rasa bersalah. Saat pertama kali jadian dengan Michael, Marissa senang sekali melihat Selina cemburu kepadanya. Kini, tiga tahun kemudian Selina membalas rasa cemburu itu. Pandangan Marissa beralih pada sebuah papan karangan bunga di depan gedung. Dia membaca tulisan yang tertera di papan itu. Selamat atas dua puluh tahun berdirinya Gedung ALBATROSS. Mami menengok ke belakang, dan memandang putrinya dengan putus asa. ”Marissa, ayo masuk!” Dengan langkah berat Marissa memasuki gedung. reka naik lift menuju lantai tiga. Di dalam lift, Mami menatap anaknya dengan lembut. ”Mami tahu kau tidak ingin bertemu mereka. Akan tetapi, apa yang Papi katakana benar, Marissa. Kau harus menghadapi mereka. Lagi pula, Mami dan Papi tidak membesarkan seorang pengecut, kan?” Mami mengelus rambut anaknya penuh kelembutan. ”Mengurung diri di kamar bukan jalan keluar.” ”Aku tahu,” kata Marissa akhirnya. Pintu lift terbuka, ketiganya keluar dari lift dan berjalan menuju hall. Sesaat setelah Marissa melangkah
ke dalam tempat acara, matanya menatap Selina dan Michael tak jauh di depannya. Marissa mendesah kesal. Selina sengaja datang lebih awal untuk menghinanya, padahal biasanya dia selalu telat. Aku benar-benar benci dia! desah Marissa dalam hati. Dengan senyum manis, Selina memandang Marissa, sementara tangannya menggelayut manja kepada Michael. Michael melihat kedatangan Marissa, dan ia hanya tertunduk malu. Napas Marissa terhenti sesaat. Aku tidak bisa melakukannya, katanya dalam hati, terlalu menyakitkan. ”Mami,” katanya kemudian. ”Aku mau ke toilet dulu.” Setengah berlari, Marissa meninggalkan tempat acara dan masuk ke toilet yang berada tak jauh dari sana. Di dalam toilet, air mata Marissa jatuh. ”Aku benar-benar benci mereka!” bisiknya sambil menangis. ”Aku membencimu, Michael. Tega sekali kau melakukan ini padaku.”
Detail Buku:
Judul : 7 Hari Menembus Waktu
Penulis : Charon
Penulis : Charon
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN :978 - 602 - 03 - 1215 - 6
Tebal : 176 hlm
ISBN :978 - 602 - 03 - 1215 - 6
Tebal : 176 hlm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar