Novel Dua sahara: romansa Giza hingga Thursina pdf

Novel Dua sahara: romansa Giza hingga Thursina

Sinopsis :

”Yurja min hadarâti rukâb ath-thâirah thayarân al-ittihâd, rihlah raqam tsalâsah, arba’ah, sittah, wal mutawajjihah ilâl-Qâhirah, ar-rajâ` at-tawajjuh ilat-thâirah min khilâli bawâbah raqam arba’ah (Kepada para penumpang Etihad Airways dengan nomor penerbangan 346 tujuan Kairo, diharapkan menuju pesawat melalui pintu nomor empat),” demikian pengumuman yang menggaung di Bandara Internasional Abu Dhabi pada tanggal 11 Oktober 2006 silam. Di kota itu saya tengah transit selama lima jam sebelum berangkat ke Kairo. Perjalanan dari Abu Dhabi-Kairo hanya memakan waktu sekitar tiga jam empat puluh menit. ”Ayo buruan, Mas, entar ketinggalan pesawat lagi!” ucap Bela yang duduk di kursi tunggu bandara bersama saya. Wanita berambut lurus sebahu, berkulit hitam manis, dan berhidung mancung ini tengah transit
dengan tujuan Jeddah, Arab Saudi. Wanita yang melapisi bibirnya dengan lipstik merah tua ini sudah menunggu lebih dari empat jam. Dia sudah mencicip berbagai tempat istirahat cuma-cuma yang berserakan di bandara, tetapi baru di kursi terakhir inilah dia menemukan kenyamanan. ”Oke. Saya berangkat dulu. Perkenalan yang hangat. Semoga sukses. Jangan lupa, kalau ada waktu kirim surat ke alamat e-mail yang saya kasih!” sahut saya sembari bergegas menuju pintu keberangkatan nomor empat. Saya berjalan sedikit tergesa-gesa sembari menarik koper hitam dan menyandang sebuah ransel yang memuat aneka kebutuhan praktis saya selama perjalanan. Mulai dari buku bacaan ringan hingga catatan harian, terselip manis di dalamnya. ”Iya, Mas, insya Allah. Hati-hati ya, tuntut ilmu yang banyak! Jangan lupa Indonesia!” balasnya sembari melambaikan tangan. Saya hanya membalasnya dengan senyuman dan berlalu tanpa menoleh sedikit pun ke belakang. Bela salah seorang TKW asal Jawa Timur yang saya kenal ketika transit. Dia tidak sendiri. Ratusan TKW lainnya duduk seadanya di halaman ruang bandara. Semuanya dibungkus seragam hijau dengan kombinasi oranye dan putih. Sekalipun durasi transit mereka lebih dari sebelas jam, tidak seorang pun yang dapat penginapan di hotel. Walhasil, mereka berserakan seperti onggokan bawang merah yang digelar di pasar rakyat. Ada yang tidur-tiduran, ada yang bersandar, ada yang bercengkerama, ada yang makan-makan, dan ada pula yang bermain ponsel sendirian. Setahu saya, transit dengan durasi waktu sekian lama seharusnya mendapatkan kamar hotel. Namun, aturan itu sepertinya tidak berlaku bagi mereka. Saya dan Bela bercerita cukup lama, lebih dari satu jam dan mengobrol banyak hal. Terutama soal aksi nekatnya berangkat ke Arab Saudi menjadi TKW. Dia hanya tamatan SMP. Namun, semangat ingin meringankan beban orangtuanya begitu tinggi, sehingga dia memutuskan bekerja lebih dini. Selain itu, keberhasilan sejumlah anak tetangga yang berangkat ke Arab Saudi kian membuat Bela tergiur. Terutama soal gaji, yang katanya selangit. Semua itu menjadi motivasi dan obsesi bagi Bela sehingga memberanikan diri ke Arab Saudi, walau hanya menjadi seorang pembantu rumah tangga. Soal keahlian dan talenta, Bela mengaku hanya bisa masak dan mencuci. Kalau menjahit dan lain sebagainya, dia tidak terlalu mahir. Dia juga tidak bisa sama sekali bahasa Arab. Bahasa Inggris pun masih setengah-setengah. Begitu ceritanya kepada saya sembari tertawa malu-malu. ”Itu yang baru aku bisa, Mas,” ucapnya dengan mimik wajah tersipu malu. Yang lebih membuat saya terperanjat umurnya baru menginjak 18 tahun. Setelah saya hujani dengan berbagai pertanyaan, akhirnya Bela berbicara blak-blakan. Bela mengaku, ekonomi keluarganya tengah morat-marit. Ayahnya hanya seorang buruh tani, kini sedang sakit-sakitan, begitu pula ibundanya. Berangkat dari itulah, wanita yang berbahasa Indonesia dengan logat Jawa ini begitu semangat dan berusaha mati-matian agar diberangkatkan ke Arab Saudi. Awalnya dia tersandung umur. Namun, karena bersikeras, akhirnya PJTKI yang memberangkatkannya menggelembungkan umurnya menjadi 24 tahun. Di suratnya juga dinyatakan Bela sudah tamat SMA dan sempat kuliah beberapa semester. Postur tubuhnya yang cukup besar barangkali membuat orang mudah percaya kalau dia sudah berumur dua puluh tahunan ke atas. Sekalipun begitu, saya masih menangkap banyak sifat kekanak-kanakan dari wajahnya. Belum lagi bicara dan gayanya yang masih sangat lugu, layaknya gadisgadis desa yang belum banyak terkontaminasi kehidupan kota. Yang jelas, pertemuan itu semakin melecut semangat saya untuk bisa menjadi yang terbaik dalam pengembaraan ilmu ini.

Detail Buku:
Judul         : Dua Sahara Romansa Giza hingga Thursina
Penulis      : Owen Putra
Penerbit     : PT Gramedia Pustaka Utama-
ISBN         :978–979–22–6555–2
Tebal         : -
Download : Google Drive

Tidak ada komentar:

Posting Komentar