NGGAK MASUK-MASUK
Jakarta, Desember 1981
PAT: Badan ini makin nggak keruan rasanya. Satu hari aku bisa delapan kali tidur. Tapi cuma sebentar-sebentar. Makan banyak. Minum banyak. Kenciiing terus! Ini gejala sakit gula. Seperti ada yang tiba-tiba menarik ke atas, nyuuut! (sambil memegang pangkal hidung dan menariknya ke atas). Nggak tahu! Mau mati, kali. Ini karena nggak ada keseimbangan gerak fisik dan otak.
Nggak ada sport!
KST: Nggak pernah sport lagi?
PAT: Mau sport apa? Aku nggak bisa keluar. Keluar berarti menambah kemungkinan diteror.
KST: Sport kecil-kecilan di dalam kan bisa? Lari-lari.
PAT: Di mana lari-lari? Nggak ada tempat!
KST: Lari-lari di tempat!
PAT: Aku maunya lari-lari jauh di tempat yang luas, terbuka Jakarta ini sudah terlalu bising buatku. Maunya di Blora. Tapi kapan?! Uang nggak masuk-masuk begini. Belanda itu gila juga.
Sudah cetakan ketiga, uangnya nggak ada juga!
DUA JAM PERSIS
Jakarta, 12 Juli 1983
Lebaran 1 Syawal 1403 H. Sudah menjadi kebiasaan, tiap Lebaran adik-adik bersama suami atau istri yang kebetulan ada di Jakarta berkunjung ke rumah Mas Pram, disertai juga anak masing-masing. Sekitar jam 10.00 Cus beserta istri dan anak-anak mendahului datang, tapi ternyata Mas Pram sekeluarga tak ada di rumah. Seperti biasa, mereka sedang berkunjung ke Poncol, ke rumah mertua perempuan Mas Pram. Sekitar jam 14.00 saya sengaja meminjam sepeda balap Hen (anak Mbak Is yang terakhir) untuk mengecek apakah Mas Pram sekeluarga sudah pulang. Kalau sudah, semua dari Jalan Multikarya I akan datang bersama. Istri saya sendiri dengan anak-anak sudah siap di Jalan Multikarya I. Ternyata Mas Pram sudah tiba di rumah. Mbak dan anak-anak pun sudah. Segera saya ucapkan Selamat Lebaran kepada Mas Pram, juga kepada Mbak Pram dan anak-anak. Seperti biasa, Mas Pram mencium pipi saya kiri-kanan dan duduk, bertelanjang dada. “Maaf ini, begini saja; panas!” katanya. “Baru datang, ya?” tanya saya. “Baru saja!” tekannya. “Jalan kaki dari Poncol.” “Jalan kaki? Yang lain juga?” “Ah, mereka sih naik mobil.” “Berapa jam ke sini?” “Dua jam persis!” sambil melihat arloji yang masih di pergelangan. “Buat nurunin kolesterol. Kolesterolku naik terus. Dan buat nguji ketahanan apa masih seperti dulu.” “Mana bisa! Sekarang sudah lebih tua, kekuatan beda,” protes saya. “Tapi masih kuat! Memang capek. Makanya aku mau tidur sekarang.” “Ini saya datang mau ngecek, kalau Mas Pram sudah ada, rombongan Multikarya akan datang. Mereka sudah nunggu di sana.” “Nanti malam sajalah, biar tenang!” “Jadi, berapa kilo jalan tadi? Sepuluh?” “Yaaah…. delapanlah.” “Jalan-jalan di bawah sinar matahari?” “Lihat kehidupan manusia Jakarta! Memuakkan sekali. Capek aku lihat mereka. Sudah berubah sekali mereka sekarang.”
BAKAL GEGER
Jakarta, 22 Juli 1983
Saya datang karena ia minta surat-surat tanah Blora yang saya simpan. Katanya, ia mau urus lewat Opstib. Bagaimana perinciannya, saya tak tahu, dan tak bertanya. Sesudah saya tunjukkan surat-surat itu kepada dia, ia minta sertifikat dan Ipeda difotokopi. Karena pada saya tak ada surat Ipeda, saya katakan, akan saya mintakan dahulu ke Blora. “Aku sungguh tak rela dengan tanah Blora itu!” ia menegaskan. Memang sudah berkali-kali ia mengemukakan pendapatnya itu tentang tanah warisan Bapak di Blora beserta bangunan sekolahnya. Tanah itu sekitar 3.250 m2 luasnya, dan bersama bangunan sekolah, semenjak zaman Jepang, digunakan oleh pemerintah, dan sekarang oleh STN (Sekolah Teknik Negeri) Blora. Ia ingin menempuh jalannya sendiri agar tanah dan sekolah itu dikembalikan kepada dia sebagai ahli waris yang paling berhak, dan ia ingin tanah dan sekolah itu digunakan untuk keperluan yang akan mengingatkan orang kepada perjuangan besar Bapak pada zamannya. Ia sendiri ada keinginan tinggal di Blora, untuk kerja yang lebih tenang dan produktif. Selesai urusan surat tanah, tiba-tiba ia beralih ke soal lain. “Aku dapat bonanza bakalnya, Liek!” katanya, dan terus masuk ke dalam.
Detail Buku:
Judul : Pramoedya Ananta Toer dari Dekat Sekali: Catatan Pribadi Koesalah Soebagyo Toer
Penulis : Koesalah Soebagyo Toer,
Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
ISBN : 979-91-0047-X
Tebal : 266 hlm
ISBN : 979-91-0047-X
Tebal : 266 hlm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar